Lilin 17 Tahun Ku (Part 2)
Tak terasa alarm di ponselku sudah berdering. Itu menunjukkan bahwa
sudah pukul 04.00 WIB. Ini memang sudah menjadi kebiasaanku bangun jam 4
pagi. Aktivitas yang aku lakukan saat masih sepagi itu adalah belajar
dan mengulas materi yang aku dapatkan. Lalu menunaikan ibadah salat
subuh dan segera bersiap-siap untuk kegiatan di pagi hari. Nah.. tak
terasa pagi ini adalah pagi dimana aku harus mengikuti seleksi OSN Kimia
Tingkat Nasional di Jogjakarta. Ini memang impianku sejak dulu. Sejak
aku masih duduk di bangku kelas X.
“Bintang buruan! aku udah di depan cepetan keluar!”
“Aduhh.. pagi banget sih kamu datengnya.”
“udah.. udah ayo berangkat! Ibu Dewi udah siap di Mobil tuh.”
Akhirnya kami berdua segera berangkat dengan mobil yang dikendarai
sopir sewaan dari sekolah yang di sana sudah ada Ibu Dewi yang sejak 5
menit tadi sudah menunggu kami berdua. Setelah 30 menit perjalanan
menuju SMA N 9 Jogjakarta akhirnya kami pun sampai di lokasi.
Benar-benar seperti mimpi. “Bintang.. Alan.. nanti seleksinya dimulai
pukul 07.30 WIB ruangan Alan di Ruangan 18 dan untuk ruangan Bintang ada
di ruangan 27 Ibu bakalan nungguin kalian berdua di sini dan akan
mendoakan kalian berdua agar nanti bisa lancar saat mengerjakan soalnya
jadi ibu harap kalian bisa mengerjakan soal semaksimal mungkin dan satu
pesen ibu kalian harus jujur saat mengerjakan soal dan sebelum
mengerjakan soal kalian harus berdoa terlebih dahulu,”
“OK Ibu Dewi.” jawabku semangat bersama Alan.
“Alan semangat ya! kita pasti bisa?”
“Iya Cantik.” jawab Alan meledek.
Percakapan pun Usai. aku memasuki ruangan 27 sementara Alan memasuki
ruangan 18. Setelah aku memasuki ruangan tersebut ternyata di ruangan
itu sudah banyak peserta yang hadir dan menempati kursi masing-masing
namun pengawas belum juga datang. Aku menunggu di kursi yang telah
disediakan sambil berkenalan dengan beberapa peserta yang ada di ruangan
itu. Ahh.. ternyata anak-anak ini tidak sesombong yang aku pikirkan.
Sempat terlintas di pikiranku bahwa anak-anak itu pasti gengsi untuk
memulai percakapan dan berkenalan denganku. Tapi ternyata aku salah
malahan, mereka duluan yang memperkenalkan diri mereka untuk memulai
percakapan. Baru sebentar kami bercakap-cakap namun pengawas sudah
datang. Pengawas yang terdiri dari 2 orang bapak-bapak dan 2 orang
Ibu-ibu yang sudah terlihat dari parasnya saja sudah ‘GALAK’ dan
dugaanku kali ini tak meleset sama sekali.
“Selamat pagi anak-anak selamat datang di SMA N 9 Jogjakarta kali ini
dalam keadaan sehat wal’afiat tanpa ada halangan suatu apa pun dalam
rangka seleksi OSN Kimia Tingkat Nasional kali ini. Selamat untuk kalian
yang sudah berhasil lolos dari seleksi tingkat provinsi dan sekarang
masih mempunyai kesempatan untuk menjadi wakil untuk sekolah dan
provinsinya. Saya yakin bahwa kalian di sini adalah anak-anak pilihan
yang mempunyai bakat dalam mata pelajaran Kimia. Maka dari itu saya
berharap jika nanti Anda-Anda ini ada yang berhasil mendapatkan nilai
tertinggi sehingga berhak maju ke tingkat internasional untuk mewakili
Indonesia saya mohon untuk kerja kerasnya dan bagi yang belum beruntung
jangan putus asa. Mungkin itu saja yang dapat saya sampaikan sebelum
saya membagikan soal.”
Setelah Bapak pengawas itu mengawali percakapan tanpa dia
memperkenalkan dirinya dan rekan-rekannya itu, akhirnya formulir
dibagikan bersamaan dengan soal yang dibagikan satu-persatu kepada
peserta. Sebelum mengerjakan soal para peserta harus mengisi formulir
terlebih dahulu. Waktu mengerjakan soal hanya 150 menit dan waktu itu
juga kami langsung dipersilahkan mengerjakan soal yang telah disediakan.
Detik demi detik aku lalui untuk mengerjakan 100 soal yang ada di
hadapanku. Memang beberapa ada yang sedikit sulit tapi bersyukur ada
juga yang menurutku mudah karena semua materi yang aku pelajari
rata-rata ke luar di soal ini. Hening rasanya saat semua terdiam dan
berkonsentrasi mengerjakan soal. Tapi ada juga sedikit kebisingan yang
sayup-sayup terdengar di telingaku. Aku pikir dalam ajang seperti ini
semuanya benar-benar asli hasil kerja diri sendiri. Tapi ternyata tepat
di depan mataku, ada seorang Anak yang diam-diam menyembunyikan contekan
di balik sebuah kertas putih yang tertulis rapi.
Ternyata dia adalah Sella yang tadi sempat berkenalan denganku. Ingin
rasanya aku langsung memberitahu pengawas tentang kejadian yang aku
lihat ini. Mungkin sungguh mengejutkan?Memang sengaja aku biarkan dalam
beberapa saat. Aku pikir dia akan sadar dalam beberapa saat untuk tak
melihat kertas yang berisi rumus-rumus itu. Tapi ternyata aku salah, dia
malah semakin menjadi-jadi. Sehingga terpaksa aku mengangkat tanganku
dengan rasa berat hati. Perlahan pengawas menghampiriku.
“Iya kamu, Ada apa?”
“Itu pak, saya melihat Ada yang membawa contekan yang ditulis di sebuah kertas.” aku berbisik kepada pengawas.
“Siapa?”
“Anak yang duduk tepat di depan saya.”
Mungkin berat untuk mengatakan hal seperti itu siapa pun dia. Namun
bukan maksud apa-apa aku melakukan hal itu. Karena aku ingin
mengutamakan kejujuran dalam situasi apa pun apalagi di saat seperti
ini. Karena bagiku kejujuran itu adalah harga mati. Sejenak setelah
beberapa menit aku mengatakan hal itu. Suasana pun agak sedikit berubah.
Yang tadinya hanya biasa saja, sekarang menjadi tegang. Pengawas
berkeliling sudut demi sudut sampai akhirnya pengawas menemukan sebuah
kertas yang berisi rumus dalam genggaman gadis berambut panjang yang
bernama Sella.
“Ini apa?” tanya pengawas dengan nada tinggi.
“Em.. Anu Pak.”
“Anu apa? contekan?” reaksi marah sambil mengambil lembar jawaban Sella.
“Loh Pak, jangan diambil! Saya belum selesai Pak, saya mohon.”
“Ini sudah menjadi peraturan yang telah disepakati bersama. Bila mana
ada yang tertangkap basah membawa contekan seperti ini maka dengan
terpaksa pengawas akan mengambil lembar jawaban anak tersebut dan anak
tersebut dipersilahkan untuk ke luar. Kertas masih akan tetap dikoreksi
namun harapan untuk menang mungkin tidak ada. Jadi Anda boleh
meninggalkan ruangan.” Waktu yang hanya tersisa 35 menit itu ternyata
menjadi suasana yang tak disangka-sangka oleh semua peserta. Semua
tercengang keheranan dengan kejadian tadi. Detik demi detik berjalan
dalam sekejap. Waktu pun selesai dan semua peserta termasuk aku langsung
mengumpulkan lembar jawaban kepada pengawas. Sekejap aku langsung ke
luar meninggalkan ruangan itu.
“Heyy Bintang.”
“Eh Alan, Gimana tadi? lancar kan?”
“Iya dong. Kamu sendiri gimana?”
“Lancar kok tapi tadi di kelasku ada sedikit masalah.”
“Alan. Bintang.. Gimana soalnya? Lancar kan?” tanya ibu Dewi yang tiba-tiba sudah ada di belakangku beberapa detik yang lalu.
“Lancar dong Bu.” jawab Alan.
“Kalau Bintang Gimana?”
“Lancar juga kok Bu.”
“Baguslah.. Emang pintar ini anak-anak Ibu. Sekarang kita tinggal doa
aja dan pasrahin sama yang di atas. Bagaimana pun hasilnya itu adalah
kerja keras kalian. Oh, ya buat pengumuman hasilnya mungkin akan
diberitahukan untuk beberapa minggu ke depan jadi sebentar lagi kalian
boleh pulang. Tapi kalau kalian mau nyari makanan dulu atau mau apa
silahkan. Ibu tunggu di sini”
“Ok Ibu.” Sembari menunggu waktu untuk pulang. Aku pun berniat untuk
mengajak Alan ke taman yang berada di depan gerbang masuk sekolah ini
sekedar mencari udara segar. Tapi tak ku sangka, di sebuah kursi panjang
itu ternyata tampak terlihat Sella sedang menangis yang sekejap dia
menatapku dan langsung menghampiriku.
“Ehh Elo Bintang kan yang tadi satu ruangan sama Gue?”
“Iya saya Bintang.. Ada apa?” tanyaku lembut. “Ehh.. nggak usah belagak
bego deh Lo! Elo kan tadi yang bilang ke pengawas kalau Gue bawa
contekan? Bener-bener ya Lo…”
“Maaf bukan maksud apa-apa saya seperti itu. Tapi apa saya salah jika
saya mengungkapkan kebenaran? lagian yang kamu lakuin tadi benar-benar
melanggar aturan dan ketentuan yang ada.”
“Tapi ya nggak gitu juga caranya! Elo tahu gara-gara Elo, gue udah nggak ada harapan lagi buat dapetin juara di lomba kali ini.”
“Maaf.. Maaf Anda ini siapa ya? kok tiba-tiba marah-marah sama temen saya?” Sela Alan.
“Bilangin ya sama temen Lo ini kalau lain kali itu nggak usah ikut campur sama urusan orang lain Basi tahu nggak!”
Dalam sekejap Sella langsung pergi dari hadapanku. Dan Alan langsung
menenangkanku sembari aku juga menjelaskan semua kejadian yang ada. Tak
ku sangka jika Alan akan seperhatian ini untukku bahkan di saat yang
seperti tadi dia juga ada di sampingku. Waktu terus berlalu sampai
akhirnya kami pun harus kembali ke penginapan untuk membereskan semua
barang-barang yang ada di penginapan dan setelah semuanya beres ini
saatnya untuk kembali ke Lampung.
“Sekarang saatnya kita pulang.” Seru Ibu Dewi dengan semangat.
“Iya nih Bu aku udah nggak sabar banget pengen nyampe di Lampung.”
Itulah sedikit percakapan antara Alan dan Ibu Dewi yang sepertinya
sudah semangat sekali untuk pulang. Sementara aku masih memikirkan
masalahku dengan Sella. Tapi tak terasa ternyata sudah 2 hari perjalanan
akhirnya sekarang aku sudah sampai di rumahku. Ibu Dewi dan Alan yang
masih bersamaku ternyata nampak lelah dan akhirnya mereka memutuskan
untuk langsung pulang. Sambutan hangat yang aku rasakan ketika aku
memasuki pintu rumahku. Sungguh bahagianya aku karena dalam hariku aku
masih bersama orang-orang yang menyayangiku.
Hari-hariku selanjutnya aku isi dengan kegiatan seperti biasa bersama
orang-orang yang aku sayangi baik di rumah maupun di sekolah. Nampak
jelas di kalender yang berada di kamarku menunjukkan bahwa hari ini
adalah tanggal 27 mei. Itu artinya bahwa hari ini adalah hari pengumuman
lomba OSN Kimia Tingkat Nasional tapi bukan hanya itu, hari ini juga
merupakan hari yang istimewa untukku. Tapi kenapa ibuku tak mengucapkan
sepatah kata pun untukku? Apakah dia lupa dengan hari ini? lalu kenapa
ponselku juga dari tadi sama sekali tak ada pesan masuk seperti yang aku
harapkan? apakah tak ada yang ingat dengan hari ini? ahh.. ya sudahlah.
Sedikit terlintas pemikiran yang membuatku kesal. Namun aku mencoba
untuk meluluhkan semua kekesalan itu dengan menuangkan semuanya di
sekolah. “Mungkin aku akan sedikit bisa melupakan kekesalanku ini jika
di sekolah.” pikirku sekilas. Setelah aku memasuki ruangan kelas
ternyata yang aku harapkan tak sesuai dengan yang aku pikirkan. Semua
teman-temanku di kelas malah tambah membuatku kesal. Akhirnya aku pun
memutuskan untuk ke ruangan Ibu Dewi untuk menanyakan hasil Tes kemarin
seperti apa.
Tapi ternyata hari ini Ibu Dewi belum masuk. Kata Bapak Sidiq sih
masih ke luar buat nyari keperluan buat nanti malam. Tapi aku juga tidak
tahu untuk apakah itu? Sampai akhirnya aku pun ke luar meninggalkan
ruangan Ibu Dewi dan kembali ke kelasku. Tak sengaja saat aku berjalan,
aku bertemu dengan Alan. Sedikit senyumanku untuk menyapanya. Namun dia
tak menghiraukan sapaanku itu.
Oh, Tuhan.. Ada apa hari ini? kenapa semuanya seakan sedang
menjauhiku? Apakah ada yang salah denganku? Kekesalan yang seakan
menjadi-jadi sampai akhirnya bel pulang berbunyi. Sepertinya rumah
adalah tujuan yang tepat untukku kali ini. Tanpa berpikir panjang, aku
pun langsung kembali ke Rumah dan langsung menuju ke kamarku tercinta.
Waktu pun masih menunjukkan pukul 19.00 WIB. Tapi tak sedikit pun
langkahku meninggalkan kamarku itu. Sampai akhirnya Ibuku yang dengan
sengaja dari beberapa menit tadi mengetuk-ngetuk pintu kamarku. ‘Mungkin
supaya aku ke luar dari kamar.” pikirku. Dengan wajah kesal dan
terpaksa aku pun langsung membuka pintu kamarku itu.
“Ada Apa sih Bu?” Belum sempat melihat sekeliling.
Deaarr.. suara terompet yang sangat berisik di telingaku.
“Happy Birthday Bintang!!!” Teriak teman-temanku, Ibuku dan juga ibu
Dewi yang dari tadi ternyata sudah mempersiapkan semuanya dan sengaja
untuk mengerjaiku. “Maaf sayang tadi Ibu pengen buat kejutan buat kamu.
Selamat ulang tahun ya buat anak ibu yang paling cantik ini semoga di
umur Bintang yang ke-17. Bintang bisa jadi yang lebih baik dan juga
tetep jadi anak kebanggaan Ibu.”
“Ibu Dewi juga minta maaf kalau tadi pas Bintang nyariin Ibu, Ibu
nggak ada. Jadinya selamat ulang tahun aja buat murid kesayangan Ibu
ini. Semoga Bintang tambah pinter kimianya.”
“Iya Ibu. Bintang sayang sama Ibu dan Ibu juga Dewi, makasih semua buat kejutannya.. Bintang seneng banget? Oh Iya Alan mana?”
“Happy birthday Bintang!!” teriak Alan tiba-tiba sambil membawa kue
ulang tahun dan menyanyikan sebuah lagu ulang tahun untukku. Dan lilin
pun mulai aku tiup dengan doa yang aku haturkan kepada Tuhan di umurku
yang ke-17 ini dan dilanjutkan dengan memotong kue. Suapan manis kue
pertama kali ini aku berikan kepada ibuku. Dan yang kedua untuk Ibu
Dewi. dan untuk suapan berikutnya aku berikan untuk Alan.
Suasana ramai dan penuh ceria saat malam itu. Semuanya seakan tertawa
dengan bahagia dan seakan tak ada masalah yang tersimpan. Semuanya
sibuk sendiri-sendiri. Ada yang menyiapkan ini itu, ada yang sedang ini
itu. Sementara aku dan Alan hanya berdua memanggang ayam untuk makan
bersama. “Bin aku mau tanya sama kamu? gimana sih perasaan kamu kalau
kamu ada di samping aku? bosenkah, senengkah? atau apa?”
“Kok nanyanya gitu sih Lan? ya pastinya senenglah…”
“Terus kamu ada nggak sih, perasaan yang kamu sembunyiin dari aku?”
“Perasaan? perasaan Apa?”
“Ya perasaan kamu ke aku? jujur ya selama ini tuh sebenernya aku udah
lama punya perasaan lebih ke kamu dari pertama kita kenal. Aku itu udah
suka sama kamu tapi aku belum berani aja ngomong itu semua ke kamu dan
sekarang ini aku baru berani ngomong itu semua ke kamu. Terus kalau kamu
gimana?”
“hm gimana ya? kalau jujur sih sebenernya aku juga iya.”
“Iya? jadi kamu juga punya perasaan lebih ke aku? Terus kalau gitu kamu mau nggak?”
“Mau apa lan?”
“Mau jadi lebih dari sekedar temen buat aku?”
“hmm.. gimana ya? Tapi kayaknya aku nggak perlu deh jawab pertanyaan
kamu. Soalnya aku yakin kalau kamu pasti udah tahu jawabannya?”
“Eh kalian.. Ngomongin apa sih kok kayaknya serius amat? lihat tuh yang
lain pada kumpul di sana.. kalian nggak ikutan?” Tanya Tata yang
tiba-tiba menghampiriku dan Alan. Dan seketika itu aku dan Alan langsung
bergabung dengan teman-teman yang lain sekedar untuk merayakan pesta
ulang tahunku.
“Eh Alan Bintang sini-sini! Ibu ada kejutan buat kalian.” Seru Ibu Dewi.
“Iya Ibu ada apa? Kok kayaknya seneng banget dilihat dari wajah ibu?”
“Ya jelaslah Ibu seneng, soalnya Ibu punya kejutan yang nanti bakalan
bikin kalian bener-bener gembira. Bukan cuma buat kalian aja tapi juga
buat sekolah, provinsi, dan keluarga kalian. Ya udah langsung aja deh
Ibu jelasin. Jadi gini tadi Ibu udah dapat informasi dari Dinas kalau
Sekolah kita berhasil mendapatkan juara di lomba OSN kemarin jadi kita
berhak maju mewakili Indonesia ke tingkat Internasional. Emm siapa ya
pemenangnya? Alan atau Bintang?”
“Bintang, Alan Bu dua-duanya.” seru teman-temanku semangat.
“Oke jadi ternyata yang mendapatkan kesempatan untuk maju ke babak
selanjutnya adalah… Bintang daan Alan.. untuk yang mendapat nilai
tertinggi pertama se-Indonesia adalah Bintang dan untuk yang mendapatkan
nilai tertinggi ketiga adalah Alan.. Selamat ya buat anak-anak
kesayangan Ibu.”
“Ya ampun Bu ini beneran? aku nggak mimpi kan? Alan kita nggak mimpi kan?”
“Iya Bin ini beneran kok kita nggak mimpi. Selamat ya cantik buat prestasinya.. Aku jadi makin kagum sama kamu.”
“Iya Bintang sayang, ini beneran selamat ya buat kerja keras kamu selama
ini ternyata membuahkan hasil yang kamu inginkan.” jawab ibuku.
“Selamat ya buat kalian berdua Alan dan juga Bintang. Nggak nyangka loh
kalau kalian bakalan sekompak ini. Cocok banget deh, jadi temen aja
cocok apa lagi kalau lebih dari sekedar itu.” ujar teman-temanku. “Iya
semuanya makasih dan buat Alan selamat juga buat prestasinya. Aku juga
kagum sama kamu.” jawabku.
Tak banyak kata yang bisa aku ucapkan untuknya. Untuk lelaki yang aku
kagumi di masa putih abuku kali ini yang ternyata di malam 17 tahunku,
dia menjadi orang yang spesial untukku. Spesial dalam arti lebih dari
sekedar teman bagiku setelah lama aku mengaguminya. Terima kasih Alan
telah menjadi bagian teristimewa untukku dan juga selalu mewarnai
hari-hariku. Benar-benar terasa seperti anugerah yang tak pernah aku
bayangkan.
Di malam ini bersama lilinku yang ke-17 tahun seakan bisa menutupi
kesedihanku dalam kehampaan selama 14 tahun silam dan semua kisah di
malam ini yang tertuang di lilin 17 tahunku seakan mampu menghapuskan
semua kesedihanku itu. Terima kasih Tuhan.. untuk anugerah yang engkau
berikan kepadaku di lilinku yang ke-17 tahun ini bersama orang-orang
yang sangat aku sayangi dan terima kasih juga atas izinmu untuk tetap
memberikanku kesempatan dalam menggapai mimpiku. Terima kasih lilin 17
tahunku yang masih menerangiku dalam setiap langkahku.