Rabu, 17 Februari 2016

Lilin 17 Tahunku Part 1


Dalam diamku aku selalu bertanya tentang suatu hal yang tak pernah terpecahkan dalam teka-teki hidupku. Terkadang aku merasa bahwa semua ini hanyalah sebuah kisah yang membuatku termenung dalam satu lamunanku ketika aku memikirkan hal itu. Mungkin satu hal yang bagitu biasa untuk mereka. Mereka yang berdiri tegap di sana tanpa mengetahui apa artinya terluka. Aku adalah sesosok gadis kecil yang berusia 16 tahun yang kerap dipanggil dengan panggilan Bintang.
Dari kecil aku hanya hidup berdua di sebuah Rumah sederhana ini bersama ibuku yang sangat menyayangiku. Ibuku adalah sosok ibu yang paling terhebat di dalam hidupku. Karenanya aku bisa bertahan sampai di usiaku yang akan menginjak 17 tahun dalam beberapa bulan terakhir ini. Terkadang aku merasa nampak berbeda dengan teman-teman yang ada di sekelilingku. Bukan karena aku tak bisa seperti mereka tetapi karena aku tak mempunyai apa yang kebanyakan anak-anak lainnya miliki. “AYAH.” satu kata itu yang selalu membayangi pikiranku dan selalu terngiang di dalam kehidupan nyataku.
Dari kecil, ibuku memang hanya membesarkanku sendirian tanpa seorang Ayah. Ayahku meninggalkanku dan ibu saat aku masih berumur 3 tahun. Iya 3 tahun? Waktu dimana aku masih sangat lemah dan butuh penopang untuk bersandar di dalam terpaan guncangan. Bagiku umur 3 tahun itu adalah saat-saat dimana peran Ayah masih sangat aku butuhkan untuk menjalani hidupku. Ayahku meninggalkanku bukan karena bercerai dari Ibuku ataupun juga dengan sengaja meninggalkan ibuku. Karena ada wanita lain yang singgah di hatinya tetapi karena saat itu Ayahku mempunyai penyakit jantung yang ia derita semenjak umur 25 tahun yang sampai akhirnya ajal pun menjemputnya saat aku masih BALITA dan belum tahu apa-apa tentangnya. Mungkin cukup singkat cerita ibu yang selalu ku dengarkan tentang kisah Ayahku. “Ayah sangat menyayangi Bintang.” Kata itu adalah kata yang selalu ibu ucapkan ketika aku menanyakan tentang Ayah. Dan kata-kata itu selalu menjadi motivasiku ketika aku melangkah untuk menggapai anganku.
Di masa putih abuku kali ini aku ingin membahagiakan ibuku dengan gemerlapnya prestasiku di bangku sekolah. Aku sadar aku memang sedikit berbeda dari mereka, tapi hal itu tak membuatku patah dalam menggapai anganku. “Bintang semangat! terus belajar dan jangan lupa berdoa.” suara lembut yang terdengar nyata di telingaku. Ya.. dia adalah sosok wanita cantik yang aku sayangi setelah ibuku dialah guru pembimbing olympiade kimia di sekolahku.
Bersyukur, untuk kali ini aku bisa mendapatkan kesempatan kembali untuk mengikuti lomba OSN Kimia tingkat nasional. Aku tak menyangka bahwa hari itu adalah hari yang nyata untukku. Dimana aku ternyata adalah salah satu wakil dari sekolahku yang berhasil meraih nilai tertinggi OSN tingkat provinsi tahun ini. “Bintang selamat ya.” kata-kata yang diucapkan oleh sahabat karibku dialah Tata, sahabat yang selalu ada untukku dari kecil hingga saat ini. Tak lupa ibuku tercinta juga mengucapkan hal yang sama kepadaku. “Selamat ya sayang atas prestasinya semoga peri kecil Ibu akan tetap selalu menjadi yang terbaik semangat terus! ibu sayang Bintang.” kata yang terdengar singkat namun selalu menjadi sebuah motivasi dalam setiap langkahku. “Iya ibu, Bintang pasti akan selalu ngelakuin yang terbaik buat Ibu.. Bintang sayang Ibu.”
Terkadang di saat-saat seperti ini kerap membuatku teringat akan sosok lelaki yang sangat aku sayangi dialah Ayahku sosok yang benar-benar aku rindukan selama 14 tahun terakhir ini. “Ayah.. Bintang sayang Ayah.. Bintang rindu Ayah.” kata sederhana yang seringkali membuatku menangis ketika aku merindukan ayahku. Rasanya tak pantas jika aku hanya merengek seperti ini karena aku tahu pasti semuanya tak akan berarti apa-apa. Namun aku di sini terus mencoba bangkit dari kesedihanku. “Tuhan.. tolong jaga Ayahku di surgamu.” kalimat dalam doa ku yang selalu aku ucapkan tiap kali aku melaksanakan salat sebagaimana kewajibanku sebagai seorang muslim.
Hari demi hari aku lewati untuk belajar.. belajar.. dan belajar namun aku di sini tak sendiri. Aku selalu ditemani oleh Ibu Dewi, guru yang aku kagumi sekaligus menjadi guru pembimbingku yang sangat menyayangiku. Ibu Dewi adalah salah satu sosok guru di SMA Harapan Bangsa yang sangat dikagumi oleh murid-murid di Sekolahan ini dan aku termasuk salah satu dari sekian banyak murid yang mengagumi Ibu Dewi karena menurutku selain cantik Ibu Dewi juga baik terhadap murid-murid di Sekolah ini. Hari ini adalah hari dimana aku mengikuti bimbingan pembelajaran untuk persiapan lomba OSN kimia tingkat Nasional yang akan berlangsung dalam kurun waktu 2 minggu terakhir ini. Namun aku tak sendiri, ada salah satu temanku yang juga lolos dalam seleksi kemarin.
“Udah dateng Bin, tumben kamu telat biasanya kamu selalu dateng lebih awal dari aku?” Sapa temanku yang sudah dari tadi belajar di kelas ini sebelum aku datang dan dia juga berhasil lolos seleksi OSN Kimia tingkat Nasional sebut saja Alan. “Oh.. iya nih Lan tadi masih ada jam tambahan di kelasku.”
“pantesan kamu lama banget, aku kira kamu nggak dateng hari ini.”
“ya nggak mungkinlah Lan aku nggak dateng, aku nggak mau lewatin satu hari aja buat nggak belajar kimia bareng Ibu Dewi. Emangnya kenapa Lan kok kayaknya kamu segitunya banget nyariin aku hari ini.”
“Ya nggak apa-apalah Bin, soalnya kalau nggak ada kamu itu pasti sepi.”
Tak terasa sudah cukup lama aku berbicara dengan Alan dan tak terasa tiba-tiba Ibu Dewi sudah sampai di kelas untuk memberi kami materi pembelajaran.
“Bintang.. Alan.. Udah pada dateng dari tadi ya?”
“Iya Bu” jawaban yang serentak aku ucapkan bersama Alan.
“Aduh maaf banget tadi Ibu ada urusan mendadak dan sebenernya Ibu juga nggak bisa lama-lama di sini jadi, Ibu kesini cuma mau bilang aja kalau hari ini kalian belajar di rumah aja dulu! kalian pelajarin materinya sendiri dan besok kalau ada yang kurang jelas bisa ditanyain ke Ibu! ya udah gitu aja Ibu pergi dulu dan kalian boleh pulang sekarang.”
“Oke Ibu Dewi.”
“Bin.. Pulang bareng aku aja yuk!”
“Nggaklah Lan, aku nungguin jemputan Ibuku aja dulu.”
“Emang nggak lama ya? Bukannya biasanya Ibu kamu jemput jam 17.00 WIB mendingan sama aku aja deh! dijamin aman kok.”
“Ya udah deh.”
Dalam sekejap laki-laki berbadan tinggi dan berkulit putih itu langsung menarik tanganku dan mengajakku untuk naik ke sebuah benda beroda dua yang bermesin canggih yang menjadi andalannya. Di sepanjang perjalanan tak henti-hentinya kami bercanda tawa. Dan entah kenapa aku merasa nyaman saat berada di dekatnya.
“Nah.. akhirnya udah nyampe juga nih.”
“Iya makasih ya Lan udah mau nganterin aku pulang, masuk dulu yuk.”
“Aduh Bin lain kali aja deh soalnya ini udah sore.”
“Oke deh Lan nggak apa-apa kok, ya udah hati-hati ya Alan.”
Detik terus berjalan dan senja pun tiba. Tak banyak yang aku pikirkan tentangnya. Tentang dia yang masuk ke dalam memoriku dan memaksaku untuk selalu mengingatnya. Mungkin tak banyak yang aku pikirkan tentangnya, namun bayangannya masih segar dalam memori ingatanku dari awalku mengenalnya dan sampai aku tahu tentangnya hingga terkadang aku merasa nyaman jika berada di sampingnya. Diam-diam terkadang aku juga sering memperhatikannya dari kejauhan. Ya Tuhan Bintang apaan sih lo? kenapa harus dia?
Satu pertanyaan yang membuatku bingung tentang semua hal ini. Apakah ini? Apa aku menyukainya? Oh.. tidak, tidak. Lalu apa aku mengaguminya? Oh tidak.. tidak. Benar-benar satu hal yang sulit aku pecahkan. Ternyata tak semudah yang aku bayangkan, untuk membedakan antara suka dan kagum ternyata harus benar-benar tahu tentang isi hati kita sendiri. Aku akui memang susah untuk mengakui perasaan kepada diri sendiri?
Selama 2 minggu terakhir ini, hari-hari ku selalu aku isi dengan kegiatan seperti biasanya yaitu belajar kimia bersama Alan dan juga Ibu Dewi. Aku dan Alan memang sudah kenal dan juga sudah dekat jauh sebelum kita mengikuti bimbingan belajar ini. Namun, semenjak kita sering belajar bareng seperti ini kami menjadi semakin dekat dan akrab. Karena kegiatan ini juga kita sering menghabiskan waktu bersama setiap hari. Namun itu semua tak membuatku bosan untuk selalu menghabiskan setiap detikku untuk selalu bersamanya. 2 minggu pun berlalu dan hari ini adalah hari dimana aku dan Alan harus pergi ke Jogjakarta untuk mengikuti seleksi OSN Kimia Tingkat Nasional.
“Kring..kring..” suara hp-ku yang sejak tadi berbunyi karena ada pesan masuk. Siapa sih? jam segini udah sms padahalkan masih jam 05.00 WIB. “Selamat pagi Bintang cantik semangat ya buat hari ini!”
Setelah aku membaca pesan singkat itu entah kenapa aku yang tadinya sedikit marah namun setelah aku tahu bahwa pesan itu adalah pesan dari Alan, aku langsung membaca dengan senyuman yang manis untuk mengawali awal pagiku hari ini bersama sebuah pesan singkat yang mampu membuatku tersihir dalam beberapa detik saja namun sengaja aku tak membalasnya untuk menyembunyikan rasaku. Sementara Ibuku dari tadi sudah terbangun untuk mempersiapkan segala sesuatu yang aku butuhkan untuk pergi ke Jogja. Mulai dari mempersiapkan barang-barang yang aku butuhkan, dan juga makanan.
“Bintang.. hati-hati ya saat di perjalanan! di sana kamu juga harus hati-hati! jaga kesehatan kamu! Ibu nggak mau denger kalau anak kesayangan Ibu ini sakit.” begitulah kiranya pesan Ibuku yang aku dengar sebelum aku berangkat ke Jogjakarta untuk seleksi OSN Kimia tingkat nasional.
“Oke deh Ibu.. Tenang aja Bintang pasti bakal ngelakuin apa yang Ibu mau dan juga dengerin semua kata Ibu. Bintang Sayang Ibu.”
Itulah sedikit kiranya percakapanku dengan Ibuku sebelum aku melangkah pergi meninggalkan rumahku dalam kurun waktu satu minggu ini. Bagiku waktu satu minggu itu akan terasa lama jika aku tak bersama Ibuku. Bersyukur di waktu satu minggu itu aku masih bersama kedua orang yang aku sayangi yaitu Ibu Dewi dan juga Alan. Waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 WIB ini adalah saatnya aku berangkat. Ibu Dewi dan Alan yang sejak tadi aku nantikan ternyata sekarang sudah ada di depanku. Kakiku segera melangkah masuk ke dalam benda hitam yang beroda empat itu sambil melambaikan tanganku ke arah Ibuku tersayang. “Semoga aku tak mengecewakan Ibuku.” satu doaku yang selalu aku ucapkan ketika aku sedang menghadapi hal seperti ini.
“Alan.. Bintang.. Bagaimana hari ini persiapannya? sudah siap kan?”
“Alhamdulillah sudah siap semuanya Bu.” jawabku dengan semangat.
“Tumben Lan kamu kelihatannya nggak semangat gitu? kenapa?”
“Nggak apa-apa kok. Tadi aku sms kamu tapi kenapa nggak dibales Bin.”
“Hemm ceritanya kamu marah gara-gara itu. Maaf deh.. tadi nggak sempet bales sms soalnya tadi aku lagi sibuk banget buat nyiapin semuanya.”
“Ternyata kalian sedekat ini ya? sampai-sampai sepagi ini kalian sudah berkiriman pesan.”
“Ibu.. apa sih Bu.” jawabku sambil tersenyum.
Di sepanjang perjalanan kami hanya seperti itu ngobrol-ngobrol saja sembari menghilangkan rasa cemas untuk menghadapi soal-soal yang akan dihadapi nanti saat waktu seleksi tiba. Tapi tak henti-hentinya Ibu Dewi selalu memberi semangat kepadaku dan Alan. “Ibu harap kalian berdua nggak mengecewakan sekolah, Ibu harap kalian bisa membawa nama SMA harapan Bangsa sebagai pemenang OSN Kimia Tingkat Nasional tahun ini.”
Kata yang selalu Ibu Dewi katakan kepadaku dan juga Alan. Kata-kata Ibu Dewi itu membuatku serasa mempunyai tanggung jawab yang besar dalam event ini. Dalam hati kecilku aku juga tak mau mengecewakan sekolah terutama Ibuku dan juga Ibu Dewi yang selalu memberiku semangat setiap hari dan aku juga menginginkan bahwa kali ini aku bisa mendapat nilai tertinggi lagi seperti kemarin. Waktu pun berlalu begitu cepat, tak terasa sudah 2 hari dalam perjalanan dari Lampung-Jogjakarta dan ternyata sekarang aku sudah sampai di kota pelajar ini. Kota yang indah dan penduduknya yang ramah.
“Yeey akhirnya sampai juga setelah 2 hari perjalanan.” seru Alan semangat.
“Iya nih Lan aku nggak nyangka banget kalau aku bisa sampai di kota indah ini bareng kamu sama Ibu Dewi.”
“Udah-udah mendingan kita langsung masuk ke penginapan aja! kalian pasti cape kan? Setelah sampai di penginapan nanti kalian bisa tidur saja dulu dan nanti pukul 19.00 WIB kita makan malam di luar.”
2 hari perjalanan Lampung-Jogjakarta yang cukup membuatku lelah dan aku pun segera bergegas masuk ke dalam penginapanku yang letaknya hanya beradu pojok dengan penginapan Alan. Aku memasuki pintu penginapanku dan sementara Alan memasuki pintu penginapannya. Setelah di kamar aku langsung beristirahat sekedar menghilangkan rasa lelah selama 2 hari perjalanan kemarin. Tidur 2 jam saja sudah cukup membuatku merasa sedikit agak mendingan. Waktu menunjukkan pukul 17.50 WIB itu artinya aku harus segera bersiap-siap untuk makan malam bersama Alan dan juga Ibu Dewi.
“Kring..kring” handphone-ku berdering seperti ada pesan masuk.
“3 rakaatnya Bin!”
“oke, kamu juga!”
Singkat balasanku untuk pesan singkatnya itu dan aku pun langsung bergegas untuk mengambil air wudu untuk menuanaikan salat 3 rakaat. Dalam doaku aku berterima kasih kepada Tuhan karena telah mengirimkanku seseorang yang selalu ada untukku, Ibuku, Ibu Dewi, dan juga Alan tak lupa juga Ayahku yang aku sayangi namun kini tak ada lagi di sampingku namun selalu menjadi penyemangatku. Salat pun usai dan aku harus bergegas mempersiapkan segala sesuatu untuk makan malam.
“Jangan lupa siap-siap buat makan malamnya”
“Iya.. Iya Alan bawel” Setelah 10 menit berlalu aku membalas pesannya ternyata dia sudah lama menungguku di kursi depan pintu kamarku.
“kamu ngapain Lan duduk di sini? nungguin aku?”
“Enggak Bin aku nungguin banci lewat.. ya iyalah nungguin kamu.. emang mau nungguin siapa lagi?”
“ciie nungguin aku? tumben banget”
“Salah ya?”
“Enggak kok aku seneng malahan makasih loh udah mau nungguin.”
“Iya Iya ya udah yuk buruan berangkat! kita udah ditungguin nih sama Ibu Dewi di Restoran depan.”
Entah rasa apa ini yang aku rasakan saat aku melihatnya seperhatian ini kepadaku? ‘Senang mungkin’ itu yang aku rasakan. Langkah demi langkah kami lewati untuk menuju restoran depan penginapan. Langkah yang berjalan dengan senyum yang ceria. Itulah yang kami rasakan saat kami berdua bersama dan tak terasa kami sampai di Restoran namun ternyata Ibu Dewi belum datang.
“em.. Bin kamu cantik malam ini.”
“Biasa ajalah Lan biasanya juga gini.”
“Bin.”
“Kenapa Alan?”
“Emm.. aku mau ngomong sesuatu.”
“Ya udah ngomong aja!” sedikit bingung dengan sikap Alan.
“aku mau ngomong kalau sebenernya aku itu…” Belum sempat Alan selesai bicara tiba-tiba saja Ibu Dewi sudah terlihat dari kejauhan. “hay Bintang, Alan aduh kalian udah sampai duluan ternyata maaf banget Ibu terlambat soalnya Ibu tadi ada urusan sebentar.”
“Oh iya Bu nggak apa-apa kok kita juga belum lama di sini. Iya kan Lan?”
“Oh.. ya iya iya.” jawab Alan gugup.
Setelah Ibu Dewi datang suasana pun kembali seperti biasa. Ibu Dewi langsung memesan makanan untuk kami bertiga. Setelah 20 menit kita makan bersama di Restoran itu, ibu Dewi langsung bergegas menuju penginapan terlebih dahulu karena banyak segala sesuatu yang harus ia siapkan untuk kami besok. Sehingga aku harus kembali ke penginapan bersama Alan. “Lan, kamu tadi mau ngomong apa?”
“Ah.. enggak Bin lupain aja.”
“Kok gitu? kenapa?”
“mungkin waktunya belum tepat aja buat ngomong ke kamu. Oh ya.. nggak terasa banget kalau besok kita akan menghadapi tantangan nyata yang udah kita nantiin sejak dulu. Kamu masih inget nggak sama harapanku dan harapan kamu yang kita tulis bareng dan kita simpen dalam botol.”
“Iya Lan aku inget.”
“okelah kalau kamu inget, jangan lupa istirahat yang cukup nanti malam! jangan tidur terlalu larut! besok jam 06.30 aku tunggu di tempat tadi.”
Tidak terasa ternyata percakapanku dengan Alan sudah cukup lama sampai-sampai kita sudah di depan pintu penginapan dan kita masuk ke kamar masing-masing. Sampai di kamar aku langsung menempati kasur yang ada di kamarku itu sambil memikirkan kata-kata Alan tadi. Kenapa hari ini dia mendadak aneh seperti itu? apakah ada sesuatu yang ia sembunyikan dariku? ahh.. kenapa aku terlalu memikirkan hal itu? aku pun tak mau pusing dan aku langsung segera tidur dengan nyenyak ditemani mimpiku yang indah.
Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar